Cari Berita

Breaking News

'Ketika Aku Pulang'' Justru Diluncurkan di Palembang

Rabu, 09 November 2022

Catatan Isbedy Stiawan ZS


Acara peluncuran buku kumpulan puisi Isbedy Stiawan kali ini agak berbeda, karena tidak diluncurkan di Bandarlampung melainkan di Palembang. (Maspril Aries, jurnalis senior Palembang, Katanda, 8 November 2022)
-----

BERMULA agenda peluncuran buku puisi terbaruku ini, Ketika Aku Pulang, diluncurkan sekira 29 Septeber 2022. Saat aku jeda di Palembang dari perhelatan Festival Sastra Internasional Gunung Bintan di Tanjungpinang. 

Karena padatnya jadwal Universitas Ida Bayumi (UIBA) Palembang ditunda hingga Oktober rangkaian Bulan Bahasa. Ini kali kembali urung, dan ditetapkan pada 7 November 2022 pukul 14.00 hingga selesai.

Jadwal ini benar-benar ketetapan Allah. Pada tanggal yang sama adalah hari lahirnya Dr. Tarech Rasyid, rektor UIBA sekaligus pembahas utama buku puisiku ini.

Peluncuran dilangsungkan di aula lantai 2 UIBA Palembang. Acara ini difasilitasi BEM Fak Hukum bekerja sama dengan Satupena Sumsel. Pembahas utama Dr. Tarech Rasyid. Penanggap lain, J.J. Polong, Anto Narasoma, Dr. Maita Istianda (Dir. UT), Toton Dai Permana, dan Umaidi, Linny Oktovini. "Diskusi ini, tanpa pengarang. Kita anggap penyair sudah mati," kata Anwar Putra Bayu, host diskusi. 

Peluncuran buku puisi ditandai penyerahan buku dan baca puisi oleh Maita Istianda, Fitri Angraini, Anto Narasoma, Vebri Al Lintani, pemusik Ali Goik, dan dua mahasiswa UIBA Palembang. 

Saya terharu dan bangga kerena buku terbaru saya ini diluncurkan di Palembang. Bukan di Bandarlampung. Ini untuk kedua kali, setelah lebih 30 tahun buku saya diluncurkan di Palembang. Waktu itu dengan penggagas yang sama, Anwar Putra Bayu, buku puisi saya diluncurkan di Taman Budaya Siriwijaya, Jakabaring, Palembang. 

Yang membanggakan, lebih dari 60 orang menghadiri peluncuran Ketika Aku Pulang di UIBA. Selain mahasiswa, FLP Palembang, juga seniman, serta jurnalis senior Maspril Aries. Saya bertemu lagi dengan kawan-kawan lama. Kangen-kangenan. Inilah kesan saya. 

Isbedy, Tarech Rasyid, dan Anwar Putra Bayu (dok)

Tarech Rasyid yang memiliki disiplin ilmu filsafat melihat puisi-puisi saya melalui kacamata ilmu itu. Hal sama dilakukan J.J. Polong, dosen Unsri yang juga dikenal penyair Palembang memandang puisi-puisi saya dari kacamata filsuf Jepang. 

Tarech mencoba memaknai kepulangan dalam “bahasa Isbedy” dari suatu situasi ke situasi lain yang berbeda.

“Isbedy menulis dalam buku ini memaknai diksi ‘pulang’ sebagai kepergian dari suatu situasi ke situasi lain yang berbeda. Setiap manusia bisa sebagai aku yang berada di dunia itu meninggalkan jejak-jejak.Isbedy coba memaknai tempat kelahiran bernama Rawa Subur di Bandarlampung itu sebagai ruang. Dimana aku berada di ruang kekinian sekaligus masa lalu. Sebab masa lalu bisa dilihat ketika ia pulang,” kata doktor filsafat yang mengenyam pendidikan di Fakultas Filsafat UGM seperti dikutip dari katanda.com. 

Masih kata Tarech, Isbedy merefleksi jejak-jejak masa lalunya, baik lingkungan maupun objek-objek lain sebagai kerinduan. “Dan itu didapati ketika ia pulang. Jadi puisi-puisi Isbedy dalam buku ini bisa dimaknai sebagai pulang yang punya makna substantif,” ujarnya.

                  Fitri Angraini

Penanggap penyair J.J. Polong menilai puisi-puisi Isbedy adalah sebuah realitas yang dihadapi penyair baik pengalaman batin maupun indrawi sudah bercampur.

“Kalau kita lihat Rawa Subur, itu tidak hanya sekadar lanskap atau sebuah dataran, hamparan dan lain sebagainya. Tetapi Rawa Subur sebagai realitas batin. Dalam konteks itu makna pulang adalah proses panjang dari kehidupan seorang Isbedy,” kata dosen dari Universitas Sriwijaya (Unsri).

*

Menghimpun puisi-puisi menjadi buku Ketika Aku Pulang sudah saya rencanakan sejak 2018, ketika puisi saya "Rawa Subur, 60 Tahun Kemudian". Sebuah puisi saya cukup panjang. Lalu sebagian yang tercecer ihwal masa kanak-kanak dan Rawa Subur. Sebuah daerah kelahiran saya di Enggal, Kota Tanjungkarang, Bandarlampung. 


Penyerahan buku puisi "Ketika Aku Pulang"


Seperti dinyatakan Tarech dan Polong, puisi-puisi yang berkisah "kepulangan" adalah bagian kenangan masa lalu, masa kini, dan masa depan. Ya! Saya seperti menjasi "manusia ulang alik' sebagai masa kini yang melihat masa lalu dan menatap masa depan. Manusia yang tidak akan lepas membawa kampung kelahiran ke mana ia merantau. Tetapi bukan sebagai de Javu.

Saya, sebagai manusia, seperti dikatakan Tarech Rasyid, aku lirik yang berada di ruang kekinian sekaligus masa lalu yang substantif. Makna pulang meminjang Polong adalah proses panjang kehidupan saya yang kini berusia 64 tahun. 

Seharusnya buku puisi ini diluncurkan di Bandarlampung. Saya punya rencana meski belum terwujud, peluncuran Ketika Aku Pulang di rumah masa kecil yakni di Rawa Subur. Entah kapan ada yang merealisasikan. Tetapi, di UIBA saya anggap ada kepedulian pihak Satupena Sumsel dan UIBA Palembang. 

Inilah Ketika Aku Pulang seserpih dari kehidupan saya menatap masa kini, masa lalu, dan menghayal masa depan. Sebab setiap manusia punya kenangan-kenanan, laku, dan impian. (*)


 

LIPSUS